GILI TRAWANGAN jangan lupa bawa PASANGAN!

Ini Blog Travel pertama yang gue tulis ketika banyak teman nanya " biaya ke Gili Trawangan berapaan?" atau " di Gili ada apaan?" nah.. gue tulis sedikit tentang perjalanan backpacker ke Gili Trawangan. Hope you enjoy guyss. 



Gue magang di Bali selama empat bulan. Dari Februari hingga Mei. Disela-sela kesibukan magang, gue juga exploring Bali  karena gue magang di kantor travel di Kerobokan.  Jadi sekalian kerja bawa tamu, gue sekalian jalan, temanin tamu, panas panas di tanah lot, ngambilin gambar, baru jalan lagi (kesannya udah guide berpengalaman ya gue). 
Setelah magang selama empat bulan yang singkat itu, kami planning untuk exploring Lombok. Sayangnya, saat gue lagi menulis blog ini, kamera gue telah terformat dan foto selama perjalannya musnah. Untungnya ada tersisa di hp, buat di share ke sesama pecinta travelling.
 Persiapannya memang gak terlalu matang karna gue gak mau ribet. Tujuan kita awalnya backpackeran, perjalanan yang dimulai dengan niat “jalani dulu” selebihnya nanti tergantung di perjalanan. Awalnya gak sejalan sama dua orang teman gue (kita gak berantem loh ya). Dua teman gue, Ririn dan Monic harus punya persiapan matang sebelum jalan. Misalnya hotelnya langsung pesan online (padahal gue dah senang nih buat nginap di rumah masyarakat lokal aja). Transportnya dipesan via online baik itu kapal dan taksi (padahal gue lebih suka nebeng sama truck sayur atau truck pedagang ke Lombok). Yaudah karena dua lawan satu, gue mengalah “acc aja yang penting jalan”. 

Dari Kerobokan kita naik taksi online/grab ke Pelabuhan Padang Bai, biayanya sekitar Rp. 150.000 an. Untungnya jalanan gak macet karena gak ada acara ceremonial. (jadi di Bali kalau ada acara ceremonial, jalanan pasti macet dan ada penutupan jalan supaya tidak mengganggu acaranya). Tiga jam perjalanan, dua jam gue tidur dan kita tiba pas kapalnya udah mau berangkat. Kita naik speed boat tujuan Gili Trawangan dengan harga domestic Rp. 175.000. ( kalau harga bule beda lagi ya, 2x atau 3x lebih besar). Nyampe di pelabuhan ternyata speedboat udah siap untuk berangkat bahkan udah menunggu kita lama. Gue sadar saat semua pasang mata melihat kedatangan kita bertiga yang harus berlari menuju speed boat. Rasanya jadi penumpang istimewa, begitulah.
Kita bertiga didalam boat

       





x

Boatnya udah penuh dan itu bule semua. Iya semua! Kecuali pekerja kapalnya mungkin. Gue naik ke atas kapal dan disana juga sudah penuh sama western. Anginnya kencang dan ombaknya juga besar (udah bisa dibayangin ya gimana gue didalam). Banyak bule yang duduk selonjoran di dek kapal sambil minum birr, merokok, ngobrol, tiduran. Gue duduk, ngobrol bentar sama cewek depan gue “where’re you come from?” “France” udah gitu aja. Gue gak suka dengan asap rokok jadi gue sengaja ngibas-ngibasin tangan dan bule yang disamping gue sepertinya paham. Bukan mematikan rokoknya, malah dibelakangi. Tapi it’s ok selama keindahan birunya laut ini bebas dinikmati. Kata abang pegawai kapal, duduk disana bakalan basah kuyup disiram ombak laut. Yang gak mau basah ya masuk aja kedalam. Karna gue gak bule, gak mau basah-basahan, takutnya bersin jadi masuk balik deh ke kapal. Bayangin, saking menikmati indahnya lautan Indonesia mereka sampai rela basah basahan. Jadi demam, bersin dan jenisnya malah gak mempan sama bule.
Satu jam diatas kapal, gue mau muntah tapi gak jadi, bule ganteng nengokin gue. Gue pikir mau ngajak kenalan ternyata minta pintunya dibuka, nyerah juga dia kan. Monic udah tidur, pening dia. Gue dan Ririn ngobrol sama pegawai kapal. Nanya biasa, asal dari mana? Mau kemana aja? Dan mereka heran gak percaya pas gue jawab “kami dari Pekanbaru mau exploring Lombok bang”. Mereka malah gak tau Pekanbaru dimana (di Sumatera loh bang, pulau yang panjang ke bawah).

Akhirnya setelah hampir tiga jam perjalanan, speedboat kita tiba di Gili trawangan. kami menemukan Pelabuhan yang juga sedang rame sama wisatawan yang akan melanjutkan perjalanan mereka ke Bali dan Lombok. Rasanya seperti kita di negeri orang karena pulau ini dipadati oleh orang luar. Pantainya bersih dan pasirnya putih. Baru turun dari kapal sudah banyak sales yang menawarkan paket hotel/penginapan, paket snorkeling dan diving. Gue tertarik buat snorkeling besok pagi, harganya Rp.100.000 termasuk peralatan snorkelingnya (gue pikir sih murah eh ternyata malah ada yang lebih murah). Abangnya memberi nomor wa sebelum kita jalan biar besok pagi kita bisa snorkeling. Dan gue berjanji akan menghubunginya segera.

Gue masih kagum dengan Gili Trawangan, karena tidak seperti yang gue bayangin sebelumnya. Disini gak ada sepeda motor, adanya sepeda dengan ban sepeda motor.  Selain sepeda juga ada delman (Cidomo namanya di Gili) dengan Pak Kusirnya. Jadi jika kalian bawa koper besar, bisa menggunakan jasa delman ini dengan harga +Rp.50.000. Kecuali jika mau seperti gue, baru menginjakkan kaki yang keinjak malah tai kuda duluan. Jujur saja, aroma kotoran ini sangat khas tapi kalian akan terbiasa. Gue lebih terganggu jika ada sampah, untungnya disini bersih.





Cidomo di Gili Trawangan



Tidak akan ditemukan di Gili bangunan bertingkat, walau hotel berbintang lima sekalipun. Gue melihatnya seperti perumahan padat penduduk di kota, tapi justru ini daya tariknya pemirsah sekalian. Kesannya lebih tenang ala perkampungan. Sayangnya kami masih backpacker pemula, belum punya lahan duit untuk nginap di hotel berbintang. Bagi backpacker dan pejalan santai tidak perlu kuatir, Banyak home stay murah disini, hampir semuanya menyediakan penginapan. Kita menginap di Tanaka Hotel. Mencari hotel ini gak sulit kok pemirsah, asalkan batre kalian masih ada dan paket kalian belum sekarat untuk buka peta dan jadilah Dora Explorer Gili Trawangan. Di peta emang ditulis lima menit, kenyataannya sedih. Gue sampe lupa sama bau tai kuda di sepatu yang udah gue pegang. Kita berjalan 30 menit untuk tiba di Tanaka Hotel dan ternyata letaknya jauh di bagian belakang. Kami melewati beberapa hotel, toko souvenir, toko pakaian dan juga restaurant. Disepanjang jalan cukup ramai, kalian akan melihat orang menawarkan barang “Mushroom Sir?”. Jika kalian mendengarnya, gak usah penasaran lanjut jalan saja.

Setibanya di Home stay, Beberapa orang sedang duduk di gazebo termasuk sepasang bule. Seseorang dari mereka datang menyambut kami. Abangnya ramah dan baik, dia menunjukkan kamar no 3 untuk kami.  Fasilitasnya ada tempat tidur doble bed untuk bertiga, kipas angin yang lagi rusak, kamar mandi dan handuk. Lumayan untuk harga 200 ribu per malam. Kami tiba tepatnya jam 3 sore, Gue mandi duluan dan mencuci pakaian kotor biar bisa dipake besok. Segera gue periksa ransel dan gue dapat sebungkus roti coklat. Jadinya kita bertiga makan siang dengan roti dan malamnya kita berencana exploring malam hari sekalian cari makan. Gue sebenarnya bukan orang yang betah diam, karena besok sore kita harus bertolak ke Senggigi jadi gue pengen explor pulau ini sepuas mungkin. Tapi dua teman gue udah tepar, main ngorok aja saking capeknya. Baru jalan 30 menit udah tepar, belum jalani hidup yang penuh liku liku (rasanya pengen nyanyi dangdut gue).

Gue keluar kamar dan main hp diluar. Di gazebo abang penjaga hotelnya lagi main gitar bareng tiga temannya dan seorang perempuan Tionghoa. Gue pengen minjam gitarnya tapi belum berani. Akhirnya gue beraniin, awalnya cuman nanya apa aja yang menarik di Gili dan biaya sewa sepeda berapaan . “Disini ada Diving, Snorkeling, main speedboat, naik sampan, keliling Gili Trawangan dengan kuda dan banyak spot yang bagus banget”.  Harga sewa sepeda sehari 30 ribu dan besok pagi kami bertiga akan mencari sunset, gue langsung booking tiga sepeda dan bayarnya sekalian pas check out. Gue ngobrol banyak dengan mereka. Beberapa bulan yang lalu mereka juga kedatangan tamu dari Sumatera, Medan, tempat gue berasal dan akhirnya kita cerita banyak tentang Medan . Gue kenalan sama kaka Tionghoa namanya Tasya. Ternyata dia wisatawan asal Malaysia yang udah tiga bulan di Gili Trawangan. “don’t you get a bored to live here so long” Ka Tasya tertawa “No I’m so happy here”. Ternyata kak Tasya bisa bahasa Indonesia, lancar malah. Pantas saja dia betah disini, orang Malaysia itu tidak hanya jatuh cinta dengan Gili Trawangan tapi juga dengan si abang pemain gitar. Mereka udah pacaran, ternyata ...

Cerita gue mengalir apa adanya. Balasannya gue tertawa puas mulu mendengar si abang yang main gitar berbagi ceritanya. Inti ceritanya gue dapat diskon snorkeling Rp.80.000 dan sewa sepeda jadi Rp. 20.000 termasuk gue pake sepedanya malam itu juga. Sepasang bule Jerman mampir, gue tertarik banget buat ngobrol karena jujur gue sangat suka orang Jerman. Pantasen mereka nyaman disini, semua tamu dijadiin teman. Gue pamit cari makan sama mereka sekaligus novel kak tasya gue pinjam. Tapi gue ingat sampai sekarang saran si abang “kalau datang ke Gili ini bagusnya sama pasangan, datang kedua kali bawa pacar ya” 

Naik sepeda sendirian pada malam hari di Gili Trawangan membuatku kecewa. Pantai yang kita lewati tadi siang telah diubah menjadi restoran romantis. Dimana mana ada pasangan jadi perasaan seorang jomblo memang lebih nyata sakit. Lampu lampu menghiasi toko-toko. Gue mengayuh jauh ke utara, sama saja restaurant pantai yang mendominasi, perasaan kurang enak itu muncul lagi. Di sebelah kiri, lewat atm bank ada sebuah warung masakan padang. Gue beli rendang, pesanan ririn seharga Rp.20.000. Dengan harga segini gue bisa beli tiga rendang di Pekanbaru dan dua kali makan nasi padang dengan bebas pilihan lauk plus gratis es teh. Wah.. mahal banget, tapi ini wajar saja ya, karena logistic ke Gili masih jalur laut. Pulangnya gue gak langsung ke Hotel, masih berkeliling naik sepeda mencari gang, gue nyasar Mak. Tapi untunglah nyasar karena gue melewati pasar malam yang sumpah sangat rame, disini pusatnya makanan di Gili Trawangan. Jadi kalau kalian nyasar gak usah takut tapi pastikan sebelum kalian keluar gang, kenali dulu bangunan atau tanda yang mudah diingat disekitar tempat itu. 
Dengan nasi satu bungkus kita bagi bertiga. Sambil makan gue cerita apa yang udah gue alami barusan. Tapi mereka cuman nge oh, mau jalan malam aja tetap mager. Saran bagi yang cari teman jalan, carilah kawan yang gak bisa diam, yang suka penasaran dan batrenya selalu full supaya foto kalian lebih berwarna di instagram. Atau saran si abang, bawa pasangan!

Besok paginya gue bangun jam empat subuh untuk menyaksikan sunrise. Jam lima kita mengayuh sepeda dari hotel. Gue pikir pulau ini gak pernah tidur ternyata sepi banget. Gue semangat, mengayuh cepat. Kita membangunkan orang yang tidur di atas kursi pinggir pantai. Sampai kita sudah berada di ujung jalan tapi tanda tanda matahari terbit belum muncul. Gue pikir kita ditempat yang salah jadi kita duduk dipantai dan menunggu. Dan sampai jam enam belum juga ada sunrise tapi cahaya kuning terlihat dari arah yang lain, sayang sekali kita salah tempat. 





Sunrise di Gili Trawangan

Dengan sedikit kecewa, kami mengayuh sepeda pulang. Setibanya di hotel, kita lapar dan meminta sarapan dibuatkan sama abang penjaga hotel. Adanya pancake pisang dan telur dadar. Gue menawarkan bantuan, Abangnya yang buat adonan dan gue yang buat pankacenya. Kalau sarapan sesimple ini maulah gue punya hotel soalnya gak perlu cari karyawan hahaha. Selesai sarapan kita langsung berganti pakaian. Jam 10 kita ke pantai untuk snorkeling, ternyata kita sudah sangat telat. Kita seharusnya berangkat jam delapan. Saat kita tiba disana masih tersisa satu kapal dan itu adalah kapal terakhir, kita beruntung ada group wisatawan yang tersisa. Snorkeling sudah dimulai jam 8 pagi, jadi pastikan kalian tidak terlambat ke pantai dan pakailah sun block agar kulit tidak terbakar matahari.




Kita snorkeling di tiga Gili, yang pertama di Gili Trawangan. Laut yang sangat indah dan menakjubkan. Lautnya tenang dan hanya ada kau dan laut.  Gue gak bisa menjelaskan ketakjuban gue dengan kata kata. Pokoknya luar biasa banget pulau Gili ini. Yang kedua Gili Meno, sebelumnya kita dibagi-bagi roti tawar. Gue pikir untuk dimakan ternyata untuk dikasih ke ikan. Hampir saja gue jadi tertawaan. Kita menikmati terumbu karang dengan jarak yang sangat dekat  dan berenang bersama ikan. Berenang saja sepuas mungkin, menjelajahi bawah laut dan terumbu karang. Oh dan gue bisa memberikan makan ikan, mereka sangat dekat dan menyenangkan. Gue gak berhenti tertawa. Lagi, gue gak berhenti takjub. Yang ketiga Gili Meno, Kita diajak instruktornya berenang sejauh 100 m.


 Karakter setiap Gili berbeda dan disini lautnya lebih dalam dan lebih gelap. Jika kalian beruntung akan melihat kura-kura yang berukuran besar. Sayangnya gak ketemu karena gue lebih fokus berenang, mengejar yang lain. Gue sering menabrak sesuatu yang gue pikir ikan ternyata kaki orang. Ternyata Bule yang sering gue tengoki di kapal. Pulau Terakhir ini memiliki ombak yang besar, jadi berpeganglah pada tali yang dilepaskan. Tenaga gue hampir lowbat tapi karna ikannya sangat agresif dengan makanan, gue bertahan. Petualangan kita berakhir dengan makan siang di Gili Meno. Kapal beristirahat 20 menit sebelum kembali ke Gili Trawangan.




Monic langsung bertolak ke Lombok, mau mendaki Gunung Rinjani, Gunung tertinggi no tiga di Indonesia. Gue dan Ririn sore hari ke Senggigi. Kita mengayuh sepeda hendak berkeliling dan mencari tahu sampai kemana jalan ini akan berakhir. Jadi gue dan Ririn saling kejar-kejaran. Sering dilirk dan di suit-in sama orang, pekerja restoran misalnya, Gue rasa itu biasa karena mereka lebih jarang melihat orang nusantara di pulau kita. Gue berhenti dan memarkirkan sepeda yang dibantu oleh penjaga hotel di dekat Pantai Ombak (ombak beach) . Kita berdua malah malas meninggalkan tempat ini, jadi kita sepakat menginap semalam lagi. Disana ada pohon yang menurut gue bagus untuk berfoto.




 Kita tiba di pantai yang kita cari, Ombak Beach. Di pantai ada restaurant bernuansa romantis. Gue bisikin ke Ririn “berubah jadi laki-laki bentar Rin” saking bapernya. Disini ada penyewaan kuda jadi kita akan melihat banyak kuda di pantai. Berfoto dengan kuda terlihat keren pasti, tapi bayar pemirsah harganya +Rp.25.000. Tergantung bagaimana kalian menawar karena pemilik kudanya akan menawarkan sendiri kepada pengunjung. Kebetulan Kami berdua sampai ditawari naik kuda GRATIS dengan no hp sebagai gantinya dan kami menolak. Abangnya masih berusaha minta walau sudah ditolak sampai kita berdua diikutin ke pasar malam. Jika kalian mengalami hal yang sama, gak usah takut. Asalkan tetap sopan dan jangan membuat sakit hati. Gue dan Ririn menikmati Sunset di Ombak Beach. Sayangnya kita gak bisa berfoto di ayunan yang menjadi ciri khas Pantai itu karena air laut sudah pasang dan gue gak mau baju gue basah kuyup. Kita duduk berdua dan menikmati sore yang romantis ini diam diam.

Pasar malam disini bukan seperti pasar malam seperti biasa yang ada permainannya. Disini lebih dikenal sebagai dunia kuliner, sangat banyak pilihan makanan yang bisa di coba. Sistemnya prasmanan, tunjuk dan penjual akan mengambilkannya. Tapi hati-hati yang berkantong robek, jangan nafsu untuk menunjuk. Rata rata harga lauknya bervariasi, satu tusuk ampela, telur puyuh, bakso, tahu dll seharga Rp.5000. jadi gue pilih ayam sambal hijau, mihun goreng, nasi dan tahu dan tempe harganya sudah Rp.32.000. Kita bingung mau duduk dimana karena puaaaadat banget, siapa lagi yang memadati kalau bukan bule. Yang selesai makan langsung keluar karena langsung sadar diri sedang antri. Didepan tempat gue duduk ada Bule Jerman karna gue dengar mereka ngomong bahasa Jerman (gue dah bilang kan suka orang Jerman), mau gue sapa tapi mereka sibuk ngobrol. Mereka bilang ayamnya sangat enak dan pedas. Sedangkan Ririn sedang mengobrol dengan pasangan orang Korea yang juga menikmati makan malam. Dia antusias banget “sangat jarang saya jumpa orang Indo yang berbahasa Korea” katanya. Kami diajak foto bersama.

Seharian bersepeda, batre gue masih full untuk berkeliling lagi tapi tidak dengan Ririn. Kita langsung mengayuh sepeda pulang ke hotel. Hotel sepi, wajar karena mereka menikmati indahnya malam. Memang sebaiknya membawa pasangan. Di jam ini, seharusnya menikmati udara malam dengan harmonis, mendengarkan live music di pantai dan makan malam romantis. Tapi kita menikmati ketenangan di kamar dengan sebungkus roti keju. Besok paginya gue dan Ririn bertolak ke Senggigi. Ongkos Kapal cuman Rp.15.000 dari Gili Trawangan dengan waktu perjalanan 30 menit dengan kapal. Kapal akan berangkat jika penumpang sudah penuh. Jadi tiba di pelabuhan tidak jaminan kapal akan berangkat dengan cepat. Tapi bagus juga jika kalian tiba di pelabuhan supaya bisa masuk di kapal pertama. Dengan berangkatnya kapal, perjalanan kita di Gili Trawangan berakhir. Gue berjanji akan datang lagi ke Gili Trawangan, semoga dengan pasangan.
x
x
x
x
NEXT:  gue akan ngeshare perjalanan gue selama pendakian ke Gunung Rinjani, Lombok.


mau tanya tips perjalanan atau mau ngajak jalan juga boleh kok wkwkwkw wa: 082367313556
ig: @aeshin
fb: anggun elmika gunaga

Thanks udah baca.....

Comments