RINJANI DI BULAN JULY
Setelah perjalanan kami di Lombok berakhir, gue merasa ada yang kurang puas walaupun sudah mengunjungi banyak tempat di Lombok dan Mataram. Saat group kami berpisah di Gili, Monic bertolak ke Sembalun untuk mendaki gunung Rinjani dan sebenarnya gue tertarik untuk mendaki, sayangnya persiapan belum ada . Akhir mei 2017, hari-hari sebelum magang di Bali selesai, keinginan untuk mendaki semakin kuat.
Kita selalu berkomunikasi via group whatsapp dan saling mengingatkan persiapan untuk pendakian termasuk diskusi tentang porter, transportasi, penginapan serta logistik pendakian. Sebagai hasil akhir, kita menyewa tiga porter dan menginap di rumah salah seorang porter itu. Masing masing akan tiba di Bandara Praya sebagai titik kumpul dan berangkat bersama menuju Sembalun. Kecuali Mas Agung dari Surabaya. Jadi gue chat mas agung supaya berangkat bersama ke lombok dan dia Ternyata mau
Akhirnya kita naik Grab, tapi saat sedang memasukkan tas ke bagasi mobil, sebuah taxi berhenti dan dia marah marah ke kita dan ngancam pula. Gue agak takut dong, sembunyi masuk ke mobil karena bapak Grabnya diancam, jadi kita batalin. Si supir taksi pikir dengan batalin grab tadi kita bakalan naik taxi nya dia, ogahhh! Akhirnya kita jalan lagi dan si taxi masih ngikutin kita ( siapa yang gak kesal coba). Beberapa kali gue melambaikan tangan ke truk yang lewat tapi nihil. Akhirnya kita naik angkot ke Padang Bai dengan harga 150.000 setelah bujukan dan rayuan.
Jempol empat dah untuk siabang angkot, entah pakai gigi gusi atau gigi geraham dan kecepatan berapa kita pasrah aja. Kalau gue bilang, dia tangan kanan fernando alonso (kalau kalian kenal sih). Tiba di Pelabuhan gue langsung beli tiket ferry seharga Rp.46.000 /org, sempat nunggu satu jam sebelum ferry berangkat. Sebelum naik kapal, kalian akan bertemu dengan penjajak makanan, sampai diikuti, ditungguin malah. Kalau pakai the power of kasihan pasti kalian gak akan tega (gue gak lapar tapi kasihan jadinya beli) . “kopi mbak, nasi mbak, keripiknya dek lima ribu aja”. Jujur sih, cukup mengganggu ketenangan penumpang tapi mereka mencari nafkah buat keluarga mereka kalau dalam bahasa batak Marbohabahenon ma.
Waktu penyebrangan ternyata jauh dari prediksi, yang seharusnya empat jam ternyata sampai enam jam. Kita tiba jam 18.00 di Pelabuhan Lembar dan kebetulan pelabuhan sedang dalam perbaikan jadi kapal harus antri untuk boarding. Jam setengah tujuh kita baru bisa keluar kapal dan itu udah malam. Akhirnya Mas Andi mengajak kita ikut ke rumah pamannya.
Disuguhi Makanan Di Rumah Mas Andi
Disana kami disambut sangat ramah, disuguhin makanan, dan kopi lombok. Ibu dan Bapaknya sangat baik dan ramah bahkan kami diantar beliau ke @Rumah_singgah_Lombok. Ini adalah tempat yang disediakan secara gratis untuk para backpacker yang menjelajah Lombok. Rumah Singgah Lombok sudah tidak asing lagI karena backpacker dan pejalan miskin seperti kita berdua pasti menginap disini. Tidak hanya backpacker Indonesia, banyak backpacker luar negeri yang memilih menginap disini. Pemiliknya sangat ramah dan akan dengan senang menyambut kalian, kami memanggil mereka MAMAK dan BAPAK.
Keesokan harinya, kita berangkat menuju terminal mandalika. Dari RSL kita naik gojek seharga 8 rb. Di terminal akan ada angkutan umum menuju Aikmel. Disana kalian akan dikenali akan mendaki Rinjani dengan menggandeng tas keril. Kita mendapat harga 80 ribu ( tanpa tawar menawar yang sengit) dengan lama perjalanan dua jam. Mobil ada 10 kali berhenti untuk menurunkan penumpang yang rata-rata ibu ibu dari pasar. Yang buat gue kecewa sih, pendaki ongkosnya 80 rb, ibu ibu ongkosnya 5 rb, habis mau gimana lagi, kata Mas Agus udah dari sononya. Daripada gue jalan kaki kan ke Sembalun. Akhirnya Tiba di Aikmel, sudah ada sebuah mobil pick up yang memang transportasi dari Aikmel ke Sembalun. Disini juga bisa belanja logistik/makanan sebanyak mungkin. Penumpang naik, kitapun berangkat. Gue duduk bareng seorang bule Jerman (yeyyy) dan gue cerewet lagi banyak bicara dan Bapaknya sama sekali gak keberatan. Jalan menuju Sembalun adalah menanjak jadi sisupir memang menggas full selama perjalanan, untungnya adalah kalian bisa menyapa saudara saudara jauh kalian disepanjang jalan.
Saat tiba di Sembalun, cuacanya sejuk dan sedang ramai karena adanya perbaikan jalan. Kita segera mencari Rumah pak Dalun yang ternyata berada di depan pos polisi. Sembari menunggu teman yang lain, kita menikmati kopi lombok. Tidak terasa suhu di Sembalun mencapai 12 C saat malam, dingin banget. Jam 12 malam, teman kita baru tiba di Sembalun setelah pesawat mereka Delay selama tiga jam. Sisalah malam itu gue kedinginan gak bisa tidur sedang diluar Agung sedang berburu photografi luar dan hasilnya lumayan loh.
Berangkat Menuju Pos 1
Esok harinya, setelah sarapan dan preparing kita memulai perjalanan. Dan pagi itu kita juga menikmati kopi lombok. Pak Dalun bersama dua porter lainnya mulai menyusun logistik di keranjang bambu. Gue agak takjub dengan profesi baru ini, mereka harus menenteng beban logistik dipunggung sampai Pelawangan. Dalam sebulan, setidaknya dua atau tiga kali mereka naik.
Matahari sudah diatas kepala, Untuk segera tiba di pos 1, kita masuk melalui perkebunan masyarakat dan melewati hutan. Beberapa kali suara monyet bersahutan dari jauh, gue ketakutan sebab gue sedang pegang pisang siapa tau kan, gue yang diincar. Selain monyet ternyata iblis peliharaan juga berbisik, jagung disana sudah ranum, hahaha tapi gak ah, kita gak mencuri . Menuju pos 1, medan jalannya masih biasa, belum menguras tenaga. Ibaratnya capek ya tetap capek tapi kalau mendaki gak capek mungkin dia naik heli ke puncak.
“Pos satu dekat lagi, ayo” kata pak Dalun. Cuaca sangat terik siang itu, sedangkan pos satu masih jauh, kita beberapa kali istirahat untuk meneguk air isotonik dan menghabiskan madurasa yang udah menempel dimulut gue. Mulai lega saat melewati padang savana, dari jalan berkelok dan menanjak, sampai gue ragu ini ada ujungnya atau inggak. Mas Bagas yang dari Bandung selalu mengabadikan gambar dengan kameranya, saat kita istirahat setelah melewati padang savana yang mengeringkan tenggorokan. Kita bermandikan keringat mulai dari ujung rambut hingga ke mata kaki.
Tiba di pos satu, banyak pendaki yang telah mendirikan tenda sehingga kesannya padat. Akhirnya kita memutuskan untuk melanjutakan perjalanan. Treknya tidak jauh berbeda dari pos satu, dihiasi oleh Savana dan ilalang. Di post dua juga tidak kalah rame tapi setidanya masih ada tanah kosong untuk membangun tenda. Asap mengepul dari tenda dapur paling belakang, ternyata Porter sedang memasak Indomie yang harumnya meracuni tetangga. Menunggu sajian, kita ke mata air dulu dan part ini yang paling gue ingat banget. Kita berempat, gue dan ketiga teman laki laki dengan kompak turun ke mata air dan bergantian cuci muka. Sekeliling gelap, sedang senter Cuma satu. Dan tiba pas mereka mau pipis gue disuruh menghadap ke belakang, ogah cuman berbalik gue langsung jalan, buru buru dipanggil Mas Barnash “Jangan jauh jauh Mik, nanti nyasar” yah gue langsung takut dan bertahan 5 meter dari mereka.
Esok paginya, Mas Agung menyempatkan berburu sunrise sebelum sarapan lalu Merapikan tenda dan merapikan semua perlengkapan. Pagi itu gue sadar, banyak kali sampah, banyak banget ! Nampak kok, pendaki dadakan yang numpang foto sama pendaki pecinta alam. Baik tanpa pengumuman Toa, kita mengumpulkan sampah dulu bahkan mas sipemilik warung ikut membantu, da bestt lah buat bapaknya.
Bersama Pak Dalun Mengumpulkan sampah di pos 2
Pendakian dilanjutkan, tidak lupa satu botol besar air mineral disediakan didalam tas, kenapa? Karena gue egois mandiri jalan didepan meninggalkan group, hahaha lebih baik meninggalkan daripada ditinggal (iya gakk) . Makin jauh pendakian, makin sulit tantangannya. Gue menolak istirahat selama perjalanan, sampai tiba di post 3 gue bisa lega, mumpung banyak pendaki yang beres beres gue bisa absent merek tas, hahha.
Para Pendaki di post tiga
Dari pos 3 ke Sembalun penuh tantangan banget, seakan pendakian baru dimulai, ternyata trek pendakian dari pos 1 ke pos 3 itu belum apa-apanya. Gue banyakan mengeluh di trek ini, karena tanjakannya gak habis habis serta menipu. Gue bilang menipu karena nampaknya udah dekat malah ujungnya yang gak nampak dan baru tau ternyata trek itu yang dinamakan Bukit Penyesalan. Kalau gue sadar sedang melewati trek ini, bisa jadi benar benar menyesal tapi mending lanjut naik daripada turun. Ada mata air kecil di Pelawangan Sembalun sehingga kita bisa mencuci rambut atau mandi kalau bersabar antri, dan itu baru sepi saat jam 10 malam, mau mandi es? wkwkw
Kita sudah bisa menikmati indahnya pemandangan dari Pelawangan ini, gunung, awan dan sunset adalah Lukisan Tuhan yang tak terbantahkan indahnya. Hati hati dengan logistik kalian, penunggu Rinjani tidak segan segan mengobrak abrik isi tas. Jangankan tas, Sampah kita dibawa kabur, atau jika kalian cukup berani, tiru saja tetangga tenda yang tarik-tarikan kamera saat sedang asyik memotret sang Monyetnya. Sumpah, kita ngakak banget. Amannya adalah, masukkan tas kedalam tenda dan tutup tenda rapat rapat.
Trek menuju puncak Rinjani
Dini harinya jam 02 pagi kita memulai summit ke Puncak Rinjani. Dari bawah tampak kelihatan cahaya barisan para pendaki yang telah duluan summit menuju puncak. Suhu pagi itu -12 derajat Celcius, dengan jalur trek yang berpasir sehingga harus hati hati agar tidak tergelincir. Angin kencang dan Trek yang sempit (akibat padatnya pendaki) mengharuskan kita istirahat dan tidur dibalik batu, hahah. Treknya cukup seram (menurut gue) di kiri kanan adalah jurang serta trek yang berpasir, sekali langkah, mundur setengah langkah. Oh lika liku Rinjanii....
Puncak yang dekat di mata jauh di kaki
Akhirnya pendakian kita berlabuh setelah perjalanan dua hari satu malam. Kita baru tiba di puncak Rinjani pada pukul 09.00. Sungguh pemandangan yang mengharukan dan menghipnotis, bangganya luar biasa sampai pengen teriak kenceng. Sayang beribu sayang, ada badai angin dipuncak yang sanggup menerbangkan badan. Kita hanya 15 menit dipuncak dan buru-buru turun. Tapi gue tetap puas karena perjalanan menuju puncak ini adalah proses yang akan kita ingat dan ceritakan kepada orang.
Puncak Gunung Rinjani
Siang itu kita turun ke Pelawangan, gue sempat mengira turun dari puncak lebih mudah dari naik, nyatanya tidak. Pasir akan ikut terdorong sehingga kaki akan tertutup oleh pasir atau masuk ke dalam sepatu. Banyak korban yang tergelincir dan terbalik disini dengan berbagai posisi tentunya, wwkwkw. Akhirnya gue dapat karma, selama perjalanan turun dari puncak Rinjani, tidak banyak orang yang berlama lama sehingga gue tertinggal jauh dibelakang bahkan turun dengan pendaki lain bernama Mas Shindu dari Semarang.Ternyata trek awal yang kita lewati pagi tadi sangat bagus untuk Fotografi, bagaikan terowongan tanpa atap. Dengan teknik foto yang bagus, kalian akan menghasilkan hasil fotogenic untuk instagram.
Setibanya di Pelawangan, kita mengepak Barang menuju Danau Segara Anak. Trek bebatuan yang bikin gemes, tidak saja naik, turunpun butuh perjuangan. Akhirnya setelah melewati naik turunnya tikungan pendakian, kita tiba di Danau Segara anak dan Anak gunung Rinjani yang masih aktif. Nikmatnya lagi, kita bisa berendam dikolam air panas dan menikmati bayangan bayangan trek Rinjani yang ternyata “tidak seberapa, hahah. Tidak lupa kamera yang selalu standby berburu jepretan. Karena setiap sisi dan sudut Rinjani tidak akan cukup sekali jepret.Memancinglah di Danau Segara Anak atau berenanglah menikmati segar dan jernihnya Danau Vulkanik ini.
Menuju Danau Segara Anak
Indahnya Segara Anak Malam Hari
Jam 10.00 pagi kita turun melalui Jalur Senaru. Jalur yang jarang sekali digunakan para pendaki karena resikonya sangat tinggi. Kita harus menuruni batu besar serta memasuki hutan. Yang paling menegangkan adalah ketika kita harus berjalan di tebing yang berbatasan langsung dengan Jurang. Kematian dan kehidupan sangat jelas, Salah sedikit, kita bisa jatuh kebawah.
Salah satu Trek Senaru
Selama perjalanan akan disuguhi Pemandangan alam, Sahut sahutan penghuni Hutan dari dekat, disamping itu ada air terjun Blemantung, salah satu air terjun yang sangat menakjubkan di Jalur Senaru.
Ada juga beberapa air terjun yang bisa kita singgahi untuk mencuci wajah atau mandi. Selain Tebing terjalnya, Senaru juga khas dengan hutan lebatnya yang masih alami. Perjalanan kita selesai saat tiba di Rumah Pak Dalun pukul 20.00 malam. Esoknya kita berpisah dengan pulang ke Daerah masing masing. Dan saat gue berada di Ferry menuju Bali, ada kejadian yang kurang mengenakan banget. Sempat kenalan dengan Seorang penumpang yang ngajak istirahat di room yang dia pesan. Jika kalian backpacker sendiri dan mengalami hal yang sama, segeralah menjauh atau bergabung ke keramaian. anyway Ini adalah Perjalanan luar biasa yang membuat gue ketagihan naik gunung karena berjodoh di gunung belum berhasil.
��������
ReplyDeleteYg dulu saya anggap wanita manja ituu sangat mandiri, hebat, dan luar biasa...
Proud of you ka Anggun
❣️❣️❣️❣️❣️��������
Makasih Adek Kaka atas masukannya, sayang kamu 😙
ReplyDelete